Tampilkan postingan dengan label #gedung #badminton #tjokro #fasilitas #olaharaga #masyarakat #klaten #kembar #ngantilalicaraneturutourguidecommunity #kompaisana #ipunk #rivermoon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #gedung #badminton #tjokro #fasilitas #olaharaga #masyarakat #klaten #kembar #ngantilalicaraneturutourguidecommunity #kompaisana #ipunk #rivermoon. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 September 2025

Denyut Olahraga di Gedung Badminton Desa Tjokro

Denyut Olahraga di Gedung Badminton Desa Tjokro

KLATEN-ngantilalicaraneturu.com
Diantara gemerlap keramaian pariwisata Desa Tjokro, terdapat sebuah ruang sederhana yang menyimpan denyut olahraga sekaligus keakraban antar sesama. Gedung Badminton SDN 1 Cokro bukan sekadar lapangan dengan penerangan cahaya lampu, melainkan oase kebugaran untuk warga desa yang haus gerak dan pertemanan. Di sela riuhnya pedagang kaki lima dan UMKM serta kemeriahan atraksi budaya pariwisata, bangunan ini mengundang siapapun, dari pelajar hingga pekerja, untuk menyentuh raket, mengejar kok, dan membiarkan keringat menyiram semangat kolektif di lapangan hijau imitasi (03/09/2025).

Fasilitas milik kelurahan Desa Tjokro ini dikelola individu yang akrab disapa Kembar, dimana selalu menebarkan wajah ramahnya pada setiap pengunjung di sekitar gedung. Sejak sore menjelang petang, pintu bangunan telah terbuka, lampu neon menyala, menandakan pintu energi baru terbuka. Kembar siap menyambut tamu dengan senyum hangat, memastikan keranjang kok terisi, jala net kokoh terpasang, dan kerlip cahaya yang menuntun para atlet dadakan memasuki arena tanpa hambatan. Di samping Kembar, istrinya, Putri, memegang kendali kantin, melengkapi ritme sore dengan aroma kopi, jajanan hangat, dan atmosfer kekeluargaan.

Kembar dan Putri menjalankan kerjasama bak duet yang berpadu, saling menguatkan. Ketika raket terkepal, paru-paru terbuka, dan otot berkontraksi di lapangan, Putri menyediakan nasi bungkus, mie goreng, atau sekadar air mineral dingin. Persediaan stok olahraga, kok, selalu tersedia, mencegah siapa pun terhalang oleh terbatasnya peralatan. Pada momen tertentu, pemandangan sederhana kantin berubah menjadi ruang diskusi kecil, tawa gemas tentang smash ke lapangan kosong, celoteh tentang rencana kerja bakti desa, hingga curhat ringan seputar urusan sekolah atau tetangga.

Rabu malam menjadi semacam tradisi tak tertulis di Gedung Badminton SDN 1 Cokro. Tim olahragawan Rivermoon datang dengan formasi lengkap, beberapa karyawan hadir untuk absen olahraga, banyak juga pendatang baru, untuk berlatih intensif dan sparing. Suara raket memukul kok bergantian, gemuruh langkah menyalip langkah, meresap dalam kesunyian malam. Kehadiran rekan-rekan Rivermoon bukan hanya soal teknik dan stamina, mereka memancing antusiasme warga lokal. Warga yang semula ragu mengangkat raket, tiba-tiba terdorong menjejakkan kaki ke atas garis batas lapangan dan mulai ikut bertanding, karena menyaksikan kolega mereka memperagakan backhand mematikan.

Pada Sabtu malam, suasana kian cair. Booking mendadak sering terjadi ketika warga desa pulang kerja ingin melepas penat sebelum Sabtu malam bergulir. Lapangan yang mulanya kosong di rentang hari biasa, seketika ramai. Warna jersey berpadu, bawaan tas jinjing berisi sepatu dan kok bertebaran di lorong kecil, menandakan kerinduan pada semangat kolektif permainan. Bahkan mereka yang berasal dari desa tetangga tak segan menempuh jalan berdebu semata-mata untuk merasakan getar persaingan sehat di arena Gedung Badminton Tjokro.

Di hari-hari libur atau siang yang sepi jadwal, gedung tak pernah terkunci sepenuhnya. Fasilitas ini membuka peluang bagi siapapun, pelajar yang sakit hati karena kalah turnamen catur, petani yang ingin mengalihkan pikiran sejenak, kakek-kakek yang rindu mengayunkan kok, untuk masuk dan bermain. Keikutsertaan lintas usia inilah yang menjadikan Gedung Badminton SDN 1 Cokro menjadi unik, olahraga bukan monopoli kelompok tertentu, melainkan wadah interaksi antar generasi. Terjalin di sana kehangatan ketika kakek menasehati anak kecil soal teknik grip, atau sebaliknya.

Meski berstatus fasilitas kelurahan, biaya sewa gedung super terjangkau, tiga puluh ribu rupiah per sesi dan bermain sepuasnya. Harga ini dirancang agar tidak mematikan semangat, melainkan mengundang sebanyak mungkin hati yang haus gerak. Dengan tarif segitu, satu keluarga, ayah, ibu, anak, bisa berburu keringat bersama tanpa memikirkan beban biaya. Kembar memaparkan bahwa tujuan utamanya bukan mencari keuntungan besar, melainkan menciptakan ruang inklusif, siapapun, dari kalangan mana pun, dapat merasakan manfaat olahraga dan kebersamaan.

Seiring waktu, Gedung Badminton SDN 1 Cokro menyerap lebih dari sekadar kok dan raket, ia merangkul cerita-cerita kecil yang terus bergulir. Ada siswi SMA yang menemukan disiplin baru setelah rutin berlatih, lalu memperbaiki nilai raport. Seorang tukang bakso yang dulunya hobi berburu pelanggan pun jadi tertarik memanfaatkan jeda selepas kerja untuk berolahraga dan menginspirasinya untuk merancang menu baru. Ada juga bapak-bapak pensiunan yang kembali bugar, dan berbagi resep sehat sambil terus menyambar kok dengan gesit.

Lebih dari lapangan, tempat ini menjadi “markas” sosial. Saat antri di kantin, obrolan seputar turnamen antar desa, perkembangan infrastruktur, hingga isu terkini desa mengalir deras. Warga saling bertukar informasi, di mana ada proyek jalan, siapa yang butuh relawan, kapan jadwal gotong royong balai desa dijadwalkan. Akhirnya, Gedung Badminton ini turut memperkuat jaringan sosial, merajutkan simpul-simpul komunitas yang sebelumnya tersekat ruang matriarch-patriarch dan urusan keseharian.

Tak kalah penting, gedung badminton malam hari memancarkan cahaya harapan. Bagi pemuda yang rentan terjerumus pada tawuran atau kebiasaan negatif, arena ini menawarkan alternatif, berlomba dalam sportivitas, mengasah strategi, serta merajut persahabatan antar tim. Kembar mengaku sering menolak permintaan untuk menutup gedung terlalu awal, karena ia melihat betapa pentingnya lampu-lampu neon tak hanya menerangi lapangan, tetapi juga menerangi jalan hidup pemuda desa.

Menjelang tutup, biasanya jam sebelas malam, bangku plastik di pinggir lapangan dipenuhi cerita penutup. Sepasang remaja merencanakan turnamen informal, komunitas pemuda desa berembuk soal laga amal untuk dana panti asuhan, sementara Kembar dan Putri menyusun laporan harian, jumlah tamu, peralatan yang perlu diperbaiki, dan stok kantin yang harus diisi ulang. Dengan semangat kolaboratif, satu hari yang dimulai dari pukul tiga sore berakhir dengan rasa syukur atas kebersamaan dan pergerakan.

Bayangan wisatawan yang sekadar lewat di Jalan Desa Tjokro mungkin tidak menyadari denyut kehidupan di balik gerbang sederhana itu. Namun, bagi warga setempat, Gedung Badminton SDN 1 Cokro telah melahirkan cerita-cerita kecil yang beresonansi, tentang kesehatan tubuh, persaudaraan tanpa batas usia, wadah aspirasi, dan transformasi komunitas. Di ujung cerita, sebuah lapangan bulu tangkis menjadi saksi bahwa di tengah hingar bingar pariwisata, tersimpan oase kebugaran yang merangkul setiap insan untuk bermain, berkeringat, dan tumbuh bersama.

( Ipunk )

Artikel ini telah tayang di kompasiana



Workshop Kolaborasi Tanaman Pangan Alternatif Jali

Workshop Kolaborasi Tanaman Pangan Alternatif Jali  KLATEN- ngantilalicaraneturu.com Kesan pertama melihat bulir jali seringkali...