KLATEN-ngantilalicaraneturu.com
Mengunjungi sanggar seni Mewarnai Dunia Palar Trucuk membuka kembali referensi pengalaman pada keindahan karya rekan-rekan disabilitas berkebutuhan khusus, sekaligus menelusuri perjalanan panjang seorang peternak unggas yang tak kenal menyerah. Di sebuah sudut gang sempit desa, berdiri sebuah sanggar seni sederhana yang dirintis penuh kehangatan oleh Nurbertus Trisno Nugroho. Di balik pintu kayu lapuk itu, terpajang lukisan dan coretan warna-warni hasil tangan kecil yang sarat ekspresi, menumbuhkan harapan dan inspirasi bagi siapa saja yang melihatnya (28/08/2025).
Setiap anak di sanggar seni disabilitas ini datang dengan tantangan berbeda, baik fisik maupun mental. Namun di bawah pengawasan mentor seni lukis berpengalaman Pitut Saputra yang membantunya, Nurbertus TN yang sabar dan penuh semangat, dengan tekun membimbing mereka belajar teknik dasar menggambar, dan melukis, memahami komposisi warna, sekaligus berlatih fokus dan rasa percaya diri didampingi rekannya Pitut Saputra yang juga merupakan salah seorang pewarta di salah satu media pemberitaan nasional.
Media gambar MMT Plastik bekas hasil recycle yang semula kosong disulap menjadi kanvas penuh cerita, menampung berbagai imajinasi. Ada yang melukis pemandangan alam, ada yang mengekspresikan perasaan rindu keluarga, dan ada pula yang menorehkan simbol kebersamaan. Keberhasilan mereka bukan semata soal keindahan visual, melainkan proses perubahan diri yang perlahan terjadi dan terpancar lewat karya lukis diatas MMT bekas sebagai media gambar ekspresinya.
Nurbertus TN, tidak sekedar menjadi pembina. Bagi anak-anak disabilitas, ia hadir layaknya sosok ayah kedua yang mempercayai potensi setiap individu. Sentuhan lembutnya saat membantu menjangkau kuas, dan kata-kata penguat semangatnya ketika satu karya gagal sempurna dibuat, serta tepukan hangat di bahu setiap kali anak-anak berhasil yang menyelesaikan sebuah gambar, menciptakan ikatan emosional yang kokoh. Di sanggar ini, keterbatasan rasanya sirna oleh kesungguhan dan kegigihan dalam berproses.
Di balik dedikasinya pada seni, Nurbertus sejatinya turun dari tradisi keluarga peternak unggas. Sejak kecil ia terpesona pada proses penetasan telur puyuh yang diwariskan oleh almarhum ayahnya. Berbekal peralatan sederhana buatan tangan, ia merakit inkubator dari kotak kayu dan lampu pemanas, lalu berjam-jam memantau suhu serta kelembaban. Rasa penasaran mendorongnya meneliti metode terbaik agar telur-telur kecil itu dapat menetas dengan sempurna.
Saat ia mulai memperluas usaha, harapan sempat surut ketika wabah misterius melanda. Induk puyuh rentan terjangkit penyakit misterius, dan obat penangkal yang ampuh saat itu belum tersedia di pasaran. Kandang yang dulu ramai riuh suaranya berubah sepi, telur-telur menumpuk tak terurus, serta kesedihan menyelimuti hati Nurbertus. Keputusan bulat menutup sementara usaha peternakan menjadi luka pertama dalam perjalanannya. Namun semangat Nurbertus TN pantang menyerah menuntutnya terus berpikir ulang.
Alih-alih tenggelam dalam kegagalan, Nurbertus memilih bangkit dengan mempelajari jenis unggas lain. Ia mengamati karakteristik unggas petelur yang tumbuh lebih cepat, lalu juga mencoba entok yang tahan terhadap perubahan cuaca. Lambat laun, kelemahan modal yang minim ia gantikan dengan ketelitian dalam riset dan perawatan. Saat mesin tetasan kembali memanas, suara kicau anakan unggas Jenis elba kembali mengisi halaman rumahnya, menandai babak baru dalam usaha peternakan.
Semangat diversifikasi tidak berhenti di situ. Belajar dari pengalaman, ia merancang ulang inkubator hingga mendukung proses penetasan unggas pedaging jenis kuntara. Dengan mencermati fase inkubasi dan menjaga kebersihan kandang, setiap telur yang diteliti berhasil menetas, menambah populasi unggasnya secara bertahap. Terbaru kini dirinya juga tengah merancang mesin pencacah pakan ternak unggas, guna memudahkan peternak dalam pengolahan pakan. Proses ini menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan modal dapat ditutupi oleh inovasi dan kerja keras.
Sebelumnya, ia juga sempat merambah dunia pertanian dengan menanam jali sebagai pangan alternatif. Bersama kelompok petani desa, ia mempelajari teknik tanam, pola irigasi, serta strategi pemasaran untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Hasil panen sempat menempatkan kelompoknya di jajaran terbaik di tingkat provinsi. Namun tanpa pendampingan agronomis yang memadai, serangkaian tantangan teknis membuat usaha itu meredup. Tanaman Jali yang gagal panen mengajarkan Nurbertus arti riset yang lebih matang dan mendalam serta pentingnya dukungan ahli.
Saat ini, di tengah kesibukannya membenahi kelengkapan usaha unggas, Nurbertus tetap aktif mendampingi kelompok disabilitas melalui wadah pemandu wisata. Bersama komunitas lokal, ia merancang paket wisata inklusif yang menyajikan keindahan alam Klaten tanpa meninggalkan kerentanan penyandang disabilitas. Rute perjalanan, fasilitas transportasi, hingga tenaga pemandu disiapkan agar semua orang, tanpa terkecuali, dapat menikmati pengalaman budaya dan panorama pedesaan.
Keterlibatan Nurbertus dengan team pemandu Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community, telah menambah dimensi baru dalam kiprahnya. Selain meningkatkan pendapatan harian, ia berhasil membuka ruang sosial bagi penyandang disabilitas untuk bersosialisasi, berkarya, dan membangun kemandirian ekonomi. Beberapa program dan paket pelatihan kepariwisataan diwarnai dengan pelajaran etika pelayanan, pengetahuan sejarah lokal, serta teknik komunikasi efektif dengan wisatawan. Dirinya juga menanamkan sikap penuh percaya diri pada para anak didik disabilitas di sanggar seninya, agar ketika ada kunjungan wisatawan selalu percaya diri menunjukkan kepada dunia bahwa batasan fisik bukan penghalang kreativitas dan kemampuan.
Menelusuri jejak Nurbertus TN seperti membaca sebuah surat cinta bagi keluarga dan komunitas. Dedikasinya merangkul anak-anak disabilitas di sanggar seni, kegigihannya membangkitkan usaha peternakan unggas, hingga upayanya merancang wisata inklusif, semuanya bertaut dalam satu benang kesetiaan pada nilai solidaritas dan inovasi. Perjalanan ini mengajarkan bahwa kegagalan sejatinya adalah pijakan menuju keberhasilan, sementara kreativitas adalah jembatan untuk mengubah tantangan menjadi peluang.
Dalam kesehariannya, Nurbertus bukan sosok yang menonjolkan diri. Ia lebih suka berada di balik layar, memastikan setiap anak mendapatkan kesempatan bermimpi, setiap unggas diperlakukan dengan penuh perhatian, dan setiap wisatawan diajak merasakan kehangatan desa. Sosoknya seolah mengingatkan kita bahwa kepemimpinan sejati lahir dari aksi nyata, bukan sekadar klaim di atas kertas.
Kisah kecil ini menyalakan harapan bahwa setiap desa, tak terkecuali Palar, Trucuk, memiliki potensi yang menunggu untuk digali. Kreativitas pada seni, keuletan di peternakan, bahkan semangat bertani pangan alternatif, sejatinya dapat menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan. Semua membutuhkan kolaborasi lintas sektor, mulai dari pendampingan teknis hingga dukungan jaringan pemasaran.
Semoga semangat Nurbertus TN menginspirasi individu dan kelompok lain untuk tak gentar menghadapi kendala. Biarkan setiap kegagalan menjadi bahan bakar semangat, dan jadikan setiap hakikat keterbatasan sebagai undangan untuk berinovasi. Dari Sanggar Seni Mewarnai Dunia Palar Trucuk, kita belajar bahwa warna-warni kreativitas sejatinya lahir dari keberanian melangkah, sekaligus keyakinan bahwa setiap orang mampu menciptakan lukisan kehidupan yang bermakna.
Nurbertus TN yang juga salah seorang team pemandu Ngantilalicaraneturu Tour Guide Community telah menyambut ramah rombongan kami yang mengunjungi Sanggar Seni Disabilitas dan peternakannya, pengalaman ini menjadikan kunjungan ini bukan sekedar wisata edukasi namun juga menginspirasi dan menyuntikkan semangat untuk terus berjuang di tengah segala keterbatasan dan ujian. Terima Kasih Nurbertus TN dan rekan-rekan Sanggar Seni Mewarnai Dunia.
( Red || FX Winanto Ipunk )
Artikel ini telah tayang di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar